Di tangan generasi kedua ini , desain batik klasik karya Oey Soe Tjoen dan Kwee Nettie tetap dilanjutkan. Mereka membuat berbagai batik tulis halus dengan ragam hias Buketan, Urang Ayu, Merak Ati dan Cuwiri. Pelaksanaan proses produksi dan pengawasan mutu produk dilakukan oleh Istijanti Setiono. Ia juga melakukan berbagai pengembangan desain, baik di sisi motif maupun tata warna agar sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan Muljadi Widjaja berperan dalam pemasaran produk batik Oey Soe Tjoen.
Kwee Nettie (Istri Generasi Pertama) sangat terpukul atas berpulangnya putri kesayangan (Suksesor yang sebenarnya dari Generasi dua) dan cucu yang baru lahir. Kesehatannya menurun dengan cepat sehingga Kakek Oey Soe Tjoen memutuskan untuk memanggil pulang putra satu - satunya, yaitu Muljadi Widjaja, yang sedang kuliah di Yogyakarta.
Dengan berat hati, Muljadi Widjaja menurut, padahal tinggal selangkah lagi Muljadi Widjaja meraih gelar kesarjanaannya. Kesadaran untuk berbakti pada orang tua membuatnya rela untuk melepaskan cita-citanya menjadi sarjana hukum. Peristiwa- peristiwa itu yang akhirnya membuat Muljadi Widjaja menjadi generasi kedua Batik Oey Soe Tjoen.
Besarnya namanya Oey Soe Tjoen pada generasi 2 ini bisa terjadi berkat konferensi PATA 1972; terbitnya buku - buku panduan wisata (Guide to Java, Guide to Sumatra, Guide to Kalimantan, Guide to Celebes, dan lain - lain.
Berkat buku-buku panduan wisata tersebut banyak turis, terutama dari Australia, Jepang, Jerman, Amerika, dan Belanda, mencari lokasi batik Oey Soe Tjoen di Kedungwuni, termasuk juga utusan dari beberapa museum yang datang dan memesan batik; selain itu juga kunjungan dari WIC (Women International Club), pegawai kedutaan asing yang tengah berlibur ke Yogyakarta, Solo atau Bali, pasti meluangkan waktu untuk mampir ke Kedungwuni.
Pilih "Generasi" Yang Ingin Dibaca.
Choose which "generation" to read.